BLITAR - Kawasan Hutan seluas kurang lebih 11.610 hektar di wilayah Blitar Raya yang telah beralih fungsi menjadi lahan tebu non Prosedural. Akibat alih fungsi lahan tanpa ijin tersebut berpotensi adanya bencana alam banjir diwilayah Sutojayan Blitar, maupun adanya potensi kerugian negara hingga Rp. 38 Miliar, karena PNBP serta sharing ke Perum Perhutani tidak bisa dipungut.
Dari kejadian itu, Perum Perhutani KPH Blitar berupaya untuk mengajak para penggarap lahan kehutanan untuk melakukan perjanjian kerjasama (PKS) khusus untuk dihutan produksi, dan yang hutan lindung wajib dikembalikan fungsi hutannya dengan menanam tanaman kehutanan serta tanaman MPTS, sehingga fungsi hutan secara Ekologi, ekonomi dan sosial bisa tercapai secara proporsional.
Baca juga:
Amsakar Tinjau Kebakaran di Sagulung
|
Tapi ajakan tersebut rupanya tidak diterima baik bagi sebagian petani, hal itu tampak pada hari ini (Selasa, 31/10/2023), Kantor Perhutani KPH Blitar di demo oleh petani yang tergabung di Serikat Petani Jawa Selatan Menggugat (SPJSM).
Menanggapi demo para petani yang menolak PKS, Administratur (ADM) KPH Blitar, Muklisin menerangkan bahwa PKS sesuai dengan aturan dan menjadi peluang baik untuk para petani .
"Sistem perjanjian kerjasama ini sebetulnya ringan dan memberikan peluang kepada petani untuk tetap bisa menanam tebu di kawasan hutan produktif. Sistem bagi hasil di perjanjian kerjasama ini yakni 10 persen untuk Perum Perhutani, sementara 90 persen dari penjualan hasil panen tebu akan dimiliki oleh petani, serta sebelumnya wajib membayar Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebagaimana Permen LHK No. 8 Tahun 2021 " terang Muklisin. Selasa (31/10/2023).
Muklisin juga menengaskan bahwa upaya penertiban tanaman tebu non prosedural di kawasan hutan Perum Perhutani KPH Blitar sudah sesuai dengan aturan. Hal itu juga sejalan sebagaimana permintaan pimpinan DPRD kabupaten Blitar, yang sempat melakukan audiensi dengan Kepala Perhutani Jatim pada pertengahan Mei 2023.
“Ini (penertiban) untuk upaya hutan mengembalikan fungsi hutan sebagai ekologi. Jangan sampai hutan hanya untuk tebu saja, ” sambungnya.
Terkait protes yang dilayangkan oleh para petani saat demo, Perum Perhutani Blitar menyebut bahwa kawasan hutan dengan pengelolaan khusus (KHDK) yang belum berijin masih menjadi tanggung jawabnya. Menurutnya KHDK sudah sudah tertuang dalam aturan yang berlaku.
“Pada titik - titik KHDPK, sebelum ada ijin itu masih menjadi tanggung jawab Perhutani. Karena apa, saat ada kebakaran, banjir, illegal logging, Perhutani lah yang dicari lebih dulu, ” terang Muklisin.
Upaya penertiban tebu liar di kawasan hutan ini sebenarnya sudah berjalan. Perum Perhutani pun telah melakukan kerjasama dengan 33 LMDH/KTH dari total 40 LMDah/KTH yang ada tanaman tebunya.
Adapun LMDH yang telah melakukan kerjasama tersebut diantaranya adalah KTH se Kecamatan Sutojayan, Wonotirto dan Panggungrejo di Objek Wisata Pinggir Kali (Pingka), Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar.
Yang membuat menarik dalam demo hari ini di kantor Perhutani KPH Blitar adalah koordinator aksi demonstrasi ini adalah sosok yang dulu ikut mendukung adanya penertiban lahan tebu liar di kawasan hutan lindung dan produktif sebagaimana spanduk yang dipasang di halaman kantor Perhutani KPH Blitar dalam menyambut para pendemo.
"Tadi mas Trijanto memimpin orasi, nami satu bulan atau dua bulan yang lalu ada jejak digital bagaimana mas Tri mensuport upaya penertiban ini, " pungkas ADM Perhutani KPH Blitar, Muklisin. @red